Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.
Sejumlah areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, ruang publik, telah tersingkir akibat pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola “kontainer” (container development)
yakni bangunan yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas
sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang
berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya
orang-orang kelas menengah ke atas saja yang “percaya diri” untuk datang ke tempat-tempat semacam itu.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau
saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau
diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi
publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional
atau daerah dengan standar-standar yang ada.
Contoh, Curtibas, sebuah kota di Brazil yang menjadi bukti keberhasilan penataan ruang yang mengedepankan RTH di perkotaan. Melalui berbagai upaya penataan ruang
seperti pengembangan pusat perdagangan secara linier ke lima penjuru
kota, sistem transportasi, dan berbagai insentif pengembangan kawasan,
persampahan dan RTH, kota tersebut telah berhasil meningkatkan rata-rata
luasan RTH per kapita dari 1 m2 menjadi 55 m2 selama 30 tahun terakhir.
Sebagai hasilnya kota tersebut sekarang merupakan kota yang nyaman,
produktif dengan pendapatan per kapita penduduknya yang meningkat
menjadi dua kali lipat. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggapan
pengembangan RTH yang hanya akan mengurangi produktivitas ekonomi kota
tidak terbukti.
Kebijaksanaan
pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek lingkungan hidup
adalah jaminan terhadap kelangsungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka
hijau ini mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika dan seyogyanya sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Taman-taman
di kota menjadi wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga,
bersantai, olah raga ringan dan lainnya. Demikian pentingnya ruang
terbuka hijau ini, maka hendaknya semua pihak yang terkait harus
mempertahankan keberadaannya dari keinginan untuk merobahnya.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) Dan Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTH Binaan).:
1. Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL)
adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat
terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau
tanaman budi daya.
Kawasan
hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan
lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan, hutan bakau,
dsbnya.
2. Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB)
adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat
terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan
dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang
hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara
ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru
kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan terhadap
flora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar