Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
pada Pasal 5 UU Pengelolan Lingkungan Hidup No.23 Th.1997, bahwa
masyarakat berhak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk
mendapatkan hak tersebut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat
dan pengusaha berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara
kelestarian fungsi lingkungan, mencegah dan menaggulangi pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam UU NO.
18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal
pengelolaan sampah pasal 12 dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi
dan menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan. Masyarakat juga
dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan
memperhatikan karakteristik dan tatanan sosial budaya daerah
masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi
kewajiban dan hak setiap orang baik secara individu maupun secara
kolektif, demikian pula kelompok masyarakat pengusaha dan komponen
masyarakat lain untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah dalam
upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang baik,
bersih, dan sehat.
Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah dilaksanakan antara lain adalah:
1. Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara
pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi bahan
secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di
lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian
yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan
menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos
yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi
dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
3. Pengolahan sampah menjadi listrik.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan
kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang
berorientasi pada teknologi dalam suatu Badan Bersama yaitu SARBAGITA. Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi GALFAD (gasifikasi landfill dan anaerobic digestion).
Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan
sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat
lain.
4. Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah
pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah
seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya
memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar
untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan
sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan
serta dapat mengurangi beban TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh
masyarakat di Kota Denpasar masih tergolong rendah yakni baru mencapai
20% (Nitikesari, 2005).
5 . Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
1) Berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman kota yang ada di Desa
Seminyak, Sanur Kauh dan Sanur Kaja, dan Desa Temesi Gianyar, yaitu:
masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan
teknologi dan perawatannnya, terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga
kerja baru yang memadai, produksi kompos yang masih rendah, sulit dan
terbatasnya pemasaran kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung
mengalami defisit.
2) Model pengelolaan sampah pemukiman
kota yang berbasis sosial kemasyarakatan dapat dilakukan secara adaptif
dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan budaya masyarakat,
aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang dihasilkan.
Pola pengelolaan sampah berbasis
masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai
elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen
lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan
subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk
menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
Undang-Undang tentang pengelolaan sampah
telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada
tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesaui
dengan persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan
pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus
dihentikan dalam waktu 5 tahun setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008.
Dalam upaya pengembangan model pengelolaan sampah perkotaan harus
dapat melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan seperti
pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen masyarakat
perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas),
sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat kaitannya dengan
keberadaan kawasan persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti
dilibatkan. Pemilihan model sangat tergantung pada karakteristik
perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di kawasan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar