Pertentangan Dalam Penggunaan Lahan
Menjadi
dilema antara rencana perubahan guna lahan dengan kehidupan sosial yang
telah berkembang di negara kita ini. Sebagian masyarakat ada yang
mengiginkan kebersihan dan keteraturan, sedangkan sebagian lagi menolak
hal tersebut yang dikarenakan terjeratnya perekonomian yang rendah
sehingga akibat mahalnya lahan yang ada sekarang tidak bisa dimiliki
oleh orang-orang dengan ekonomi kelas bawah, akibat dari itu munculnya
permukiman-permukiman kumuh yang selalu bertentangan dengan program
pemerintah yang selalu menginginkan kedisiplinan dan keteraturan.
Intro
di atas menggambarkan tentang dilema seorang Planner yang selalu di
tekan terhadap kedua masalah tersebut. Memihak masyarakat atau memihak
pemerintah yang terkadang selalu bertentangan. Nah berdasarkarkan hal
tersebut, dalam kesempatan ini saya akan menggambarkan mengenai
penggunaan lahan beserta lawannya.
1. Penggunaan Lahan VS Lingkungan
Skenario
dan program pembangunan yang selama ini terjadi menimbulkan dampak
negatif yang setiap tahun berlangsung. Tanda-tanda kemarahan alam ketika
keseimbangannya terganggu telah kita rasakan bersama sepanjang tahun.
Di musim hujan, banjir terus berlangsung. Ada daerah yang tadinya tidak
pernah banjir sekarang menjadi langganan banjir. Longsor, bahkan banjir
& longsor (banjir bandang) terjadi di beberapa daerah.
Bencana-bencana ini telah menimbulkan kerugian material dan bahkan
korban jiwa yang banyak. Menjelang musim kemarau ini bencana kekeringan
secara perlahan merangkak. Hal ini baru akan kita sadari setelah kita
kesulitan mendapatkan air.
Perlu
diketahui secara teori ada pakem yang tidak bisa kita elakkan, yaitu
ketika di musim hujan banjir dan longsor meningkat maka kekeringan juga
meningkat di musim kemarau, abrasi juga bertambah.
Belum
lagi pencemaran lingkungan yang cukup memprihatinkan. Ketika
pabrik-pabrik membuang limbahnya di sembarang tempat, kualitas air baik
air permukaan dan air tanah jadi sangat menurun. Pola
pembangunan dengan hanya memakai kriteria pertumbuhan ekonomi yang ada
sudah saatnya diubah. Prinsip etika lingkungan hidup harus mulai dipakai
sebagai salah satu dasar pertimbangan utama yang sejajar dengan
parameter ekonomi yang sudah berlaku.
Ada
9 prinsip etika lingkungan yang wajib ditaati dalam pembangunan. Yakni,
hormat terhadap alam, bertangggung jawab kepada alam, solidaritas
kosmis, peduli kepada alam, tidak merugikan, hidup selaras dengan alam,
keadilan, demokrasi dan integritas moral.
Memang
di dalam peraturan dan perundangan yang ada, teori pembangunan yang
berkelanjutan sudah dinyatakan secara eksplisit. Istilah pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sudah menjadi wacana yang
populer. Namun pada giliran praktik dan implementasinya hal itu tetaplah
sebatas wacana. Akibatnya, bencana seakan tiada akhir dan cenderung
meningkat secara drastis. Lemahnya law enforcement, lemahnya komitmen
untuk mengaplikasikan konsep-konsep pembangunan dan adanya ego sektoral
menambah kusutnya persoalan dan sulitnya solusi.
2. Penggunaan lahan VS Sistem kegiatan
Dengan
adanya penggunaan lahan, maka akan ada perubahan baik itu lingkungan
maupun dari social dan budaya. Penggunaan lahan akan mempengaruhi
perubahan apada kegiatan orang. Contohnya jika dibangun sarana prasarana
atau jalan, orang yang dulunya berjalan kaki menuju ke lokasi kegiatan,
tetapi dengan adanya jalan, orang menjadi mudah dalam pencapaian
tujuan. Kegiatan orang yang dulunya bertani berubah menjadi industri.
Kota/wilayah
tumbuh dan berkembang sebagai akibat representasi kegiatan masyarakat
yang ada atau yang berpengaruh terhadap daerah tersebut. Diatur maupun
tidak, sebuah daerah akan tumbuh dan berkembang berdasarkan keterkaitan
yang ada antara penduduk, aktivitas, penggunaan lahan dan peraturan yang
ada.
Mekanisme
terjadinya perkembangan dan pertumbuhan daerah akan sangat beragam
bergantung pada karakteristik masing-masing daerah. Perencanaan kota
yang pada dasawarsa 70' - 80'an lebih menitikberatkan pada perencanaan
yang 2 dimensi, pada dasawarsa 90'an dihadapkan pada masalah
pengembangan atau manajemen perkotaan.
Perencanaan
yang dulu lebih dititikberatkan pada aspek fisik semata dirasakan
kurang dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi secara spesifik
oleh suatu kota, termasuk didalamnya kekurangmampuan dalam menggali dan
mengembangkan produktivitas perkotaan. Pertumbuhan kota-kota besar yang
cenderung semakin meluas bukan lagi merupakan issue terhadap besaran
kota yang optimum, tetapi telah bergeser pada aspek manajemen perkotaan.
3. Penggunaan Lahan VS Sistem Ekonomi
Pembagunan
di setiap sudut kota dan desa itu memili fungsi tertentu diantaranya
adalah meningkatkan perekonomian, dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat guna mencapai kemajuan pada wilayah tersebut.
Salah
satu bagian terpenting dalam manajemen pembangunan adalah data atau
informasi yang dapat menggambarkan keseluruhan kinerja dari suatu
daerah, sehingga keputusan yang diambil atau kebijaksanan yang akan
diterapkan pada daerah tersebut sudah memperhitungkan semua informasi
yang ada dan benar. Sistem
Informasi
Perencanaan kemudian menjadi suatu solusi yang dapat diandalkan untuk
menggabungkan antara kecepatan perkembangan kemampuan komputer di dalam
perencanaan tata ruang baik dari segi analisis numeric maupun analisis
keruangan dengan tuntutan untuk dapat melihat aspek daerah secara utuh
dan lengkap dalam manajemen pembangunan.
Jadi
sangat beruntunglah jika ada suatu penggunaan lahan yang benar dan
teratur itu, karena mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi
wilayah iru sendiri.
4. Penggunaan lahan VS Politik (power)
Pada
saat ini penggunaan lahan itu selalu dikaitkan dengan politik, setiap
ada perubahan politik pemerintahan, berganti pulalah segala sesuatu yang
telah direncanakan sebelumnya. Kelemahan atau kekurangan dari
keikutsertaan politik dalam penggunaan lahan, akan menyebabkan kesukaran
dalam perencanaan, karena pergan tian pemerintahan itu akan
mempengaruhi juga pada rencana itu sendiri, yang akibatnya tidak
tuntasnya suatu rencana. Baru saja rencana ini dibuat sudah ada rencana
lain. Karena kelemahan dari kita ini adalah adanya keterbatasan dalam
pendanaan.
Nah
itu dia yang menjadi dilemma seorang planner dalam merencanakan guna
lahan yang ada di Negara kita ini. Tapi intinya setiap persoalan pasti
ada jalan keluarnya, apalagi di jaman sekarang ini terus di
modifikasinya ilmu perencanaan di Indonesia dan ketegasan hukum UUPR No.
26 Tahun 2007 akan merubah Negara kita kearah yang lebih baik.
GO…Go…Gooo Planner
Tidak ada komentar:
Posting Komentar