Minggu, 27 Mei 2012

PENGERTIAN DAN DEFINISI SEPUTAR IMB


  •      Untuk memudahkan pemahaman terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan dan rencana kota, maka saya berusaha untuk memberikan pengertian / definisi berdasar kepada pasal pengertian yang terdapat dalam peraturan terkait maupun dalam bahasa bebas agar mudah dimengerti/ difahami.
1. IMB (Izin Mendirikan Bangunan) adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum untuk dapat melaksanakan kegiatan membangun.

2. IPB (Izin Penggunaan Bangunan) adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum setelah bangunan selesai dilaksanakan sesuai IMB dan telah memenuhi persyaratan fungsi perlengkapan bangunan.

3. KMB (Kelayakan Menggunakan Bangunan) adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum setelah habis masa berlakunya IPB ( yaitu 5 tahun untuk bangunan Non Rumah Tinggal dan 10 tahun untuk bangunan Rumah Tinggal ) dan telah dilakukan pengkajian bangunan oleh konsultan pengkaji bangunan serta dinilai memenuhi persyaratan kelayakan untuk berfungsinya bangunan.

4. Sertifikat Layak Huni adalah sertifikat yang diterbitkan untuk bangunan setelah bangunan selesai dilaksanakan sesuai IMB dan telah memenuhi persyaratan fungsi perlengkapan bangunan (Sertifikat Layak Fungsi ini menggantikan IPB dan KMB, sesuai dengan Undang-undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung )

5. Membangun adalah setiap kegiatan mendirikan, membongkar, memperbaharui, merubah, mengganti seluruh atau sebagian, memperluas bangunan atau bangun-bangunan.

6. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia.

7. Bangun-bangunan adalah perwujudan fisik arsitektur yang tidak digunakan untuk kegiatan manusia.

8. Peruntukan adalah ketetapan guna fungsi ruang dalam lahan/lingkungan tertentu yang ditetapkan dalam rencana kota. Peruntukan lokasi ini menentukan jenis-jenis bangunan yang dapat didirikan pada lokasi tersebut.

9. Bangunan Tunggal adalah bangunan yang harus memiliki jarak bebas dengan batas perpetakan atau batas pekarangan pada sisi samping dan belakang.

10. Bangunan Deret/ Rapat adalah bangunan yang diperbolehkan rapat dengan batas perpetakan atau batas pekarangan pada sisi samping.

11. GSJ (Garis Sempadan Jalan) adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana kota.

12. GSB (Garis Sempadan Bangunan) adalah garis batas yang tidak boleh dilampaui oleh bangunan kearah GSJ yang ditetapkan dalam rencana kota.

13. Jarak Bebas Samping adalah ruang terbuka minimal pada sisi samping bangunan terhadap GSB dan batas perpetakan/ pekaranga, yang harus dipenuhi sesuai jenis peruntukan dalam rencana kota.

14. Jarak Bebas Belakang adalah ruang terbuka minimal pada sisi belakang bangunan terhadap batas pekarangan dengan panjang ruang tertentu, yang harus dipenuhi sesuai jenis peruntukan dalam rencana kota.

15. KDB (Koefisien Dasar Bangunan) adalah angka prosentase perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas perpetakan atau luas daerah perencanaan.

16. KLB (Koefisien Lantai Bangunan) adalah angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas perpetakan atau luas daerah perencanaan.

17. Perpetakan atau Kapling adalah bidang tanah yang ditetapkan ukuran dan batas-batasnya sebagai satuan-satuan yang sesuai dengan rencana kota.

18. Daerah Perencanaan adalah bagian lahan/ pekarangan yang terletak dalam satuan perpetakan atau terletak didalam batas-batas perpetakan dan atau dibelakang GSJ.

19. Ketinggian Bangunan adalah jumlah lapis bangunan yang dihitung dari dari permukaan tanah atau dari lantai dasar bangunan.

20. Bangunan Rendah adalah bangunan dengan ketinggian bangunan sampai dengan 4 lapis.

21. Bangunan Sedang adalah bangunan dengan ketinggian bangunan 5 sampai dengan 8 lapis.

22. Bangunan Tinggi adalah bangunan dengan ketinggian bangunan diatas 8 lapis.

23. Peruntukan Wisma adalah jenis peruntukan lokasi tanah/ lahan yang dapat didirikan bangunan untuk penggunaan rumah/ tempat tinggal. Jenis peruntukan Wisma dapat berupa jenis peruntukan :

      -  WBS (Wisma Besar, atau

      -  WSD (Wisma Sedang), atau

      -  WKC (Wisma Kecil), atau

      -  WTm (Wisma Taman), atau

      -  WFL (Wisma Flat),

      -  WSN (Wisma Susun), yang dapat didirikan Rumah Susun Murah, atau Apartemen, Condominium dengan ketinggian 4 lantai atau lebih sesuai batasan yang ditetapkan dan rencana kota.

24. Peruntukan Karya Pekantoran (Kkt) adalah jenis peruntukan tanah/ lokasi yang dapat didirikan bangunan Kantor/ Perkantoran atau sejenisnya.

25. Peruntukan Karya Perdagangan (Kpd) adalah jenis peruntukan tanah/ lokasi yang dapat didirikan bangunan Toko/ Pertokoan atau sejenisnya.

26. Banyak jenis-jenis peruntukan lain, seperti WKT (Wisma Kantor), WDG (Wisma Dagang), KIN (Karya Industri), KPG (Karya Pergudangan), SPD (Suka Sarana Pendidikan), SSK (Suka Sarana Kesehatan), SRO (Suka Rekreasi dan Olah Raga),PHT (Penyempurna Hijau Taman), dsb.

27. SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) adalah Surat Izin dari Gubernur untuk penggunaan tanah bagi bangunan bila kepemilikan tanah yang luasnya 5.000 M2 atau lebih.

28. SIBP (Surat Izin Bekerja Perencana) adalah Surat Izin Bekerja bagi perencana, direksi pengawas atau pengkaji bangunan untuk dapat melakukan pekerjaan profesinya diwilayah DKI Jakarta.  

Rumah Adat Daerah Riau



Rumah Adat Daerah Riau - Sebenarnya tidaklah bisa disebut rumah adat Riau, namun disebabkan oleh Riau identik dengan ciri ciri Melayu, maka Rumah adat Riau adalah rumah adat Melayu. Ditambah pula Riau-ini terdapat banyak sungai maka setiap sungai itu beda pula beradaban serta adatnya walaupun banyak terdapat persamaan.

Secara umum ada 5 jenis rumah adat Melayu Riau:
* Balai Salaso Jatuh,
* Rumah Adat Salaso Jatuh Kembar,
* Rumah Melayu Atap Limas,
* Rumah Melayu Lipat Kajang dan
* Rumah Melayu Atap Lontik.

Bentuk rumah tradisional daerah Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang dengan bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah, semuanya hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya identik, kecuali rumah lontik yang-mendapat pengaruh Minang.

Rumah Lontik/Lancang (Kampar)
rumah adat riau rumah lontik kamparRumah lontik yang dapat juga disebut rumah lancang karena rumah ini bentuk, ciri atapnya melengkung keatas, agak runcing seperti tanduk kerbau. Sedangkan dindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang. Hal itu melambangkan penghormatan kepada Tuhan dan-sesama. Rumah adat lontik diperkirakan dapat pengaruh dari kebudayaan Minangkabau karena kabanyakan terdapat di daerah yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Tangga rumah biasanya ganjil.

Balai Salaso Jatuh

rumah adat melayu riau selaso jatuh kembarBalai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain : Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid.

Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.

Puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Artikel rumah adat Riau ini terlalu singkat atau mungkin kurang lengkap. Bagi Anda yang-lebih tahu mengenai seluk arsitektur rumah adat silakan dilengkap, apabila terdapat khilaf dipersilakan perbaiki.

Kamis, 24 Mei 2012

KEMAKMURAN MASYARAKAT KOTA SEBAGAI PUNCAK PERADABAN ('UMRAN) (Telaah Filsafat Sosial Ibn Khaldun)


sebuah renungan buat akademisi PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Kota merupakan suatu kawasan yang kompleks. Setiap induvidu atau masyarakat yang tinggal di dalamnya terikat oleh sebuah sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya yang satu sama lain saling berhubungan erat. Ada presepsi umum bahwa penduduk perkotaan diidentik dengan masyarakat yang kemakmuran, hal ini, mengindikasikan kota sebagai pusat peradaban, selain itu juga sebagai pasar kawasan. Ekonomi atau perputaran kapital di kota cepat sekali dari pada daerah di pedalaman atau pedesaan. Begitu juga, kepadatan penduduk dengan sendirinya akan meningkatkan kebutuhan masyarakat dan ini juga akan meningkatkan produksi masyarakat. Maka dari sini Ibn Khaldun meletakkan kota sebagai puncak dari peradaban ('umra) manusia.

Namun persepsi yang terlanjur bergulir dalam masyarakat, tentang anggapan bahwa masyarakat perkotaan selalu identik dengan kehidupan makmur, hal ini perlu adanya pengkajian lebih lanjut. Sebagaimana gagasan yang dikembangkan oleh Ibn Khaldu tentang kemakmuran masyarakat kota. Dari sini konsep kota menurut Ibn Khaldun dan bagaimana peran kota dalam membangun kemakmuran masyarakat.

Untuk menunjang penelitian di atas maka metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan data sekaligus meneliti melalui referensi-referensi yang berkaitan dengan kontribusi kota terhadap kemakmuran masyarakat. Dalam karya agungnya al-muqaddimah dijadikan rujukan wajib dalam penelitian ini. Penulis mendiskripsikan dengan analisis yang mendalam untuk menjelaskan gagasan Ibn Khaldun.

Ibn Khaldun menganggap bahwa kehidupan masyarakat itu selalu mengalami proses evolutif. Manusia pada awalnya merupakan makhluk induvidu dan nomad. Namun karena faktor penghidupan atau ekonomi mereka dituntut untuk hidup secara berkelompok dan badawah (hidup berpindah-pindah). Di sinilah awal masyarakat itu terbangun, masyarakat awal ini mempunyai jiwa sosial yang murni, seperti hidup dengan sederhana, giat bekerja (berburu), pemberani dan mempinyai 'asabiyah (solidaritas sosial) yang kuat. Dengan bergulirnya waktu sebagaimana hukum evolutifnya Ibn Khaldun, kehidupan badawah akan beruba menjadi hadarah (bertempat tinggal menetap) dan di sinilah kota (Madinah Fadilah) akan dibangun dan direncanakan. Perpindahan ini juga karena faktor ekonomi. Pada masyarakat hadarah masyarakat akan hidup dengan bermewah-mewah hingga pada puncak peradaban ('umran), di sini mulailah kehidupan perkotaan akan hancur seiring dengan hancurnya jiwa alami masyarakat.

Senin, 21 Mei 2012

Cemeti Art House Yogyakarta: Cermin Arsitektur Kontemporer Indonesia


Sekalipun kata ‘kontemporer’ kerap disejajarkan dengan modern, kontemporer diartikan sebagai suatu karya arsitektur yang inovatif, baru, khas, dan berbeda. Baik dari segi visualisasi design, keberlanjutan, corak atau motif yang dimiliki, maupun ke-high techno-an suatu karya arsitektur.

Pada masa colonial Belanda style arsitektur Indonesia seringkali dipengaruhi oleh penjajah colonial sesuai dengan kepentingan mereka menggerogoti kekhasan ragam budaya Indonesia. Sekolah arsitektur pertama Indonesia yakninya ITB ( Bandoeng Technische Hoogeschool ) pada Oktober 1950. Awalnya dimulai dengan 30 siswa dan tiga staff pengajar yang ketiganya berkebangsaan Belanda. Dalam hal ini corak arsitektur yang diajarkan sangat dekat dengan materi Delf Universiteit Belanda yakni arsitektur kuno belanda yang notabene beriklim subtropik.

Dalam perkembangannya, Indonesia menemukan kembali ‘nafas’ arsitektur kontemporer Indonesia pada tahun 1955 semasa ITB dibawah pimpinan V.R. van Romondt DIsadari kemudia bahwa arsitektur bukan segedar garis, warna, dan bangunan, melainkan cerminan budaya dari masyarakat local. Hal ini membawa perkembangan arsitektur kontemporer Indonesia kemudian yang mulai mengadaptasikan nilai-nilai local terhadap paham modernism.

Arsitektur kontemporer Indonesia berkembang pada tahun 1990-an ketika inovasi dan modernisasi design mulai diperhatikan di Indonesia. Beberapa penghargaan dikeluarkan IAI (Ikatan Arsitektur Indonesia) terhadap bangunan bangunan inovatif baik dari segi design, keberlanjutan, maupun teknologi dalam rangka memperkenalkan dan mengarahkan perkembangan style arsitektur kontemporer Indonesia.

Cemeti Art House Yogyakarta 

Cemeti Art house adalah salah satu rumah seni yang terkenal di Yogyakarta didesign oleh salah seorang arsitek Jogja yakni Eko Prawoto. Style arsitektur Cemeti Art House yang biasanya digunakan memajang hasil karya seni artist Jogja didesign sesuai dengan keragaman budaya masyarakat yang tinggal di Yogyakarta. Tempat ini ‘menyambut’ visitor dengan pendopo sebagai symbol keramah tamahan kota Jogja. Sekilas dari luar sudah terlihat bahwa bangunan ini merupakan cermin budaya jawa. Ruang ini juga menjadi penanda bahwa seni khususnya design arsitektur bisa saja bersikap “medekatkan diri dengan lingkungan sosial budaya” dan seni bisa dibangun dengan tetap berakar pada kebudayaan lokal.

Pendopo di Cemeti Art House juga dibangun dengan kayu, dan beratap bamboo. Bahan khas local yang tak perlu didatangkan dari negeri lain. Jika pendopo dibangun dengan mengadaptasi bentuk joglo yang diinspirasi dari budaya tradisional, maka bentuk ruang perantara dan ruang pamer utama mengambil konsep industrial modern. Ruang pamer dibentuk dengan dinding berwarna putih polos. Digunakan warna putih dan tidak diberi aksen apapun agar ruang bersikap “netral”, dan ruangan ini dapat digunakan semua artist dengan ‘aliran’ apapun.Pencahayaan juga dibuat sealami mungkin dengan pencahayaan langsung dari luar dengan bukaan semaksimal mungkin. Lantai ruangan secara keseluruhan menggunakan ubin berwarna kuning dan bukan keramik. Dua wajah arsitektur di Cemeti, kontemporer dan industrial inilah yang menggambarkan kedinamisan budaya yang terjadi di Yogyakarta. 

Pameran @ Cemeti Art House


Interior Cemeti Art House


Cemeti Art House dengan ubin dan dinding putihnya


Sumber :
http://atelierriri.com/blog/?page_id=33

Development : Planologi atau Sosiatri?


Segitiga Space-Human-Activity mungkin bukan hal yang baru lagi bagi mahasiswa dimana bidang kajian ilmunya fokus kepada masalah pembangunan atau development. Keterkaitan antara ketiganya inilah yang bercabang menciptakan banyak jenis bidang ilmu baru yang masing-masing tak kalah penting.


Segitiga ini memperlihatkan keterkaitan antara 3 element yakni ruang, manusia, dan aktivitas dimana ketika kita perhatikan 2 dari 3 element ini bersifat dinamis yakni manusia dan aktivitas. Manusia bertambah, tumbuh sesuai deret ukur dari waktu ke waktu menciptakan pertumbuhan aktivitas dan perkembangan sesuai dengan perubahan peradaban manusia. Dan ke-konstan-an jumlah ruang lah yang melatarbelakangi pentingnya penataan ruang menyikapi keterbatasan lahan yang dimiliki manusia yang selalu berkembang. Selain itu pandangan bahwa bentukan ruang mampu menciptakan aktivitas dan menanamkan cara hidup baru dikalangan masyarakat membuat cabang ilmu planologi (tata ruang kota) menjadi penting dan dianggap sebagai suatu yang efektif serta digunakan sebagai satu pendekatan pengukuran kemajuan suatu wilayah. Lantas bagaimana dengan sosiatri?

Sosiatri menempatkan element manusia sebagai satu titik penggerak element lain yang ada disekelilingnya. Percaya bahwa kualitas SDM yang baik mampu menciptakan aktivitas yang lebih baik dan memanfaatkan ruang dengan optimal. Kualitas SDM sering kali dianggap sebagai factor utama melihat kemajuan suatu wilayah. Untuk alasan human development inilah bidang ilmu sosiatri eksis bertahan hingga saat ini. Lantas Selain latar belakang dan cara pandang munculnya kedua bidang ilmu ini, apa yang membedakan kajian yang ada didalamnya?

Dalam planologi, planner mengenal beberapa istilah bernama urban design dan urban planning. Urban design mempelajari perancangan 3 dimensional satu bagian dalam kota, outputnya berupa desain 3D kawasan, sedang urban planning merupakan perencanaan kota yang bersifat comprehensive dan multisektoral. Outputnya berupa strategi-strategi pembangunan kota kedepan baik human development maupun space development. Urban planning meliputi aspek-aspek yang ada dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), hingga yang paling mikro adalah RTBL (Rencana Tata bangunan dan Lingkungan). Sedang bidang ilmu sosiatri mempelajari Urban Planning serta Human Development berupa permasalahan pemberdayaan manusia, lobby politik, hingga hak-hak dasar kaum marginal sebuah negera. Bisa ditarik kesimpulan bahwa keduanya merupakan bidang ilmu dengan kajian yang berdekatan dan sama-sama bergerak dalam hal pembangunan atau development. Terlihat dari cakupan keduanya yang sama-sama membahas RTRW yang dalam planologi digolongkan kedalam urban planning



Nah jadi…. Poin utamanya adalah planner jangan coba-coba males belajar 3D atau pemetaan. Belum memahami urban design membuat kita tak punya perbedaan apa-apa dengan mereka ahli sosiatri. Bahkan mereka mereka punya nilai lebih yakni mahir perihal human development. Jadi tunjukan spesialisasimu.

INI yang kita hadapi sebagi seorang planner !!

Pertentangan Dalam Penggunaan Lahan


Menjadi dilema antara rencana perubahan guna lahan dengan kehidupan sosial yang telah berkembang di negara kita ini. Sebagian masyarakat ada yang mengiginkan kebersihan dan keteraturan, sedangkan sebagian lagi menolak hal tersebut yang dikarenakan terjeratnya perekonomian yang rendah sehingga akibat mahalnya lahan yang ada sekarang tidak bisa dimiliki oleh orang-orang dengan ekonomi kelas bawah, akibat dari itu munculnya permukiman-permukiman kumuh yang selalu bertentangan dengan program pemerintah yang selalu menginginkan kedisiplinan dan keteraturan.

Intro di atas menggambarkan tentang dilema seorang Planner yang selalu di tekan terhadap kedua masalah tersebut. Memihak masyarakat atau memihak pemerintah yang terkadang selalu bertentangan. Nah berdasarkarkan hal tersebut, dalam kesempatan ini saya akan menggambarkan mengenai penggunaan lahan beserta lawannya.

1. Penggunaan Lahan VS Lingkungan

Skenario dan program pembangunan yang selama ini terjadi menimbulkan dampak negatif yang setiap tahun berlangsung. Tanda-tanda kemarahan alam ketika keseimbangannya terganggu telah kita rasakan bersama sepanjang tahun. Di musim hujan, banjir terus berlangsung. Ada daerah yang tadinya tidak pernah banjir sekarang menjadi langganan banjir. Longsor, bahkan banjir & longsor (banjir bandang) terjadi di beberapa daerah. Bencana-bencana ini telah menimbulkan kerugian material dan bahkan korban jiwa yang banyak. Menjelang musim kemarau ini bencana kekeringan secara perlahan merangkak. Hal ini baru akan kita sadari setelah kita kesulitan mendapatkan air.

Perlu diketahui secara teori ada pakem yang tidak bisa kita elakkan, yaitu ketika di musim hujan banjir dan longsor meningkat maka kekeringan juga meningkat di musim kemarau, abrasi juga bertambah.
Belum lagi pencemaran lingkungan yang cukup memprihatinkan. Ketika pabrik-pabrik membuang limbahnya di sembarang tempat, kualitas air baik air permukaan dan air tanah jadi sangat menurun. Pola pembangunan dengan hanya memakai kriteria pertumbuhan ekonomi yang ada sudah saatnya diubah. Prinsip etika lingkungan hidup harus mulai dipakai sebagai salah satu dasar pertimbangan utama yang sejajar dengan parameter ekonomi yang sudah berlaku.
Ada 9 prinsip etika lingkungan yang wajib ditaati dalam pembangunan. Yakni, hormat terhadap alam, bertangggung jawab kepada alam, solidaritas kosmis, peduli kepada alam, tidak merugikan, hidup selaras dengan alam, keadilan, demokrasi dan integritas moral.
Memang di dalam peraturan dan perundangan yang ada, teori pembangunan yang berkelanjutan sudah dinyatakan secara eksplisit. Istilah pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sudah menjadi wacana yang populer. Namun pada giliran praktik dan implementasinya hal itu tetaplah sebatas wacana. Akibatnya, bencana seakan tiada akhir dan cenderung meningkat secara drastis. Lemahnya law enforcement, lemahnya komitmen untuk mengaplikasikan konsep-konsep pembangunan dan adanya ego sektoral menambah kusutnya persoalan dan sulitnya solusi.

2. Penggunaan lahan VS Sistem kegiatan

Dengan adanya penggunaan lahan, maka akan ada perubahan baik itu lingkungan maupun dari social dan budaya. Penggunaan lahan akan mempengaruhi perubahan apada kegiatan orang. Contohnya jika dibangun sarana prasarana atau jalan, orang yang dulunya berjalan kaki menuju ke lokasi kegiatan, tetapi dengan adanya jalan, orang menjadi mudah dalam pencapaian tujuan. Kegiatan orang yang dulunya bertani berubah menjadi industri.
Kota/wilayah tumbuh dan berkembang sebagai akibat representasi kegiatan masyarakat yang ada atau yang berpengaruh terhadap daerah tersebut. Diatur maupun tidak, sebuah daerah akan tumbuh dan berkembang berdasarkan keterkaitan yang ada antara penduduk, aktivitas, penggunaan lahan dan peraturan yang ada.
Mekanisme terjadinya perkembangan dan pertumbuhan daerah akan sangat beragam bergantung pada karakteristik masing-masing daerah. Perencanaan kota yang pada dasawarsa 70' - 80'an lebih menitikberatkan pada perencanaan yang 2 dimensi, pada dasawarsa 90'an dihadapkan pada masalah pengembangan atau manajemen perkotaan.

Perencanaan yang dulu lebih dititikberatkan pada aspek fisik semata dirasakan kurang dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi secara spesifik oleh suatu kota, termasuk didalamnya kekurangmampuan dalam menggali dan mengembangkan produktivitas perkotaan. Pertumbuhan kota-kota besar yang cenderung semakin meluas bukan lagi merupakan issue terhadap besaran kota yang optimum, tetapi telah bergeser pada aspek manajemen perkotaan.

3. Penggunaan Lahan VS Sistem Ekonomi

Pembagunan di setiap sudut kota dan desa itu memili fungsi tertentu diantaranya adalah meningkatkan perekonomian, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat guna mencapai kemajuan pada wilayah tersebut.

Salah satu bagian terpenting dalam manajemen pembangunan adalah data atau informasi yang dapat menggambarkan keseluruhan kinerja dari suatu daerah, sehingga keputusan yang diambil atau kebijaksanan yang akan diterapkan pada daerah tersebut sudah memperhitungkan semua informasi yang ada dan benar. Sistem

Informasi Perencanaan kemudian menjadi suatu solusi yang dapat diandalkan untuk menggabungkan antara kecepatan perkembangan kemampuan komputer di dalam perencanaan tata ruang baik dari segi analisis numeric maupun analisis keruangan dengan tuntutan untuk dapat melihat aspek daerah secara utuh dan lengkap dalam manajemen pembangunan.

Jadi sangat beruntunglah jika ada suatu penggunaan lahan yang benar dan teratur itu, karena mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi wilayah iru sendiri.

4. Penggunaan lahan VS Politik (power)

Pada saat ini penggunaan lahan itu selalu dikaitkan dengan politik, setiap ada perubahan politik pemerintahan, berganti pulalah segala sesuatu yang telah direncanakan sebelumnya. Kelemahan atau kekurangan dari keikutsertaan politik dalam penggunaan lahan, akan menyebabkan kesukaran dalam perencanaan, karena pergan tian pemerintahan itu akan mempengaruhi juga pada rencana itu sendiri, yang akibatnya tidak tuntasnya suatu rencana. Baru saja rencana ini dibuat sudah ada rencana lain. Karena kelemahan dari kita ini adalah adanya keterbatasan dalam pendanaan.

Nah itu dia yang menjadi dilemma seorang planner dalam merencanakan guna lahan yang ada di Negara kita ini. Tapi intinya setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya, apalagi di jaman sekarang ini terus di modifikasinya ilmu perencanaan di Indonesia dan ketegasan hukum UUPR No. 26 Tahun 2007 akan merubah Negara kita kearah yang lebih baik.

GO…Go…Gooo Planner

sekedar mengingat :D

Dalam postingan kali ini, saya mencoba mereview kembali bahan-bahan kuliah dulu mengenai Masalah Perencanaan. Tidak terlalu banyak hanya point to point saja. Lebih jelasnya review sebagai berikut:
Ilmu perencanaan dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan :
Sifat kajian ilmiah atau elemen pokok metode ilmiah :
1. Konsep, yaitu komponen pernyataan tentang sifat kenyataan (the nature of relity).
2. Proporsi, yaitu pernyataan-pernyataan dimana konsep dikaitkan menjadi hubungan yang menggambarkan kenyataan.
3. Teori, yaitu cara-cara dan aturan untuk melakukan sesuatu.
Karakteristik kajian ilmiah :
Empirikal :
1. Pengalaman dan pengamatan.
2. Proses metal, dimana pengamatan diubah menjadi informasi yang bermakna.
3. Memiliki sesuatu struktur atau rancangan.
Teori Empirikal :
Sistem empirikal yaitu suatu sistem yang terdiri dari proposisi yang secara logis saling berhubungan yang mempunyai konsekwensi empirikal.
Elemen Ilmu Pengetahuan :
Mempunyai konsep yaitu gagasan atau citra mental di dunia nyata.
Proposisi : A concept is an idea linked to referent by means of a term.
Teori : Keterkaitan dari dua atau lebih rujukan empirikal oleh sesuatu atau proposisi eksplanatori.
Sistematika Teori :
Struktur dasar disiplin scientific yang memuat suatu urutan logis atas perubahannya.
- Hipotesa
- Model
- Teori
Normative Theory
A system of proposition which explicitly values as sumption and casual assumption.
Positive theory
Consist solelly of proposition conform to the rules of science.



Planning Theory

Teori-teori yang digunakan dan dijadikan pijakan suatu perencanaan.
1. Theory in Planning
2. Theory of Planning
Suatu cara yang secara originalitas dituangkan atau keluar dari orang-orang yang berkecimpung sebagai seorang planner.
Yang membedakan planning dengan ilmu lain yaitu karena planning mempunyai empat komponen penting yaitu naluri, idea, ilmu, profesi.
Planning tidak selalu berkembang berdasarkan teori, akan tetapi dengan keadaan yang berkembang berkaitan dengan pengalaman usaha manusia dalam mengatasi masalah di lingkungannya.
Dua pandangan berbeda terhadap perencanaan :
1. Penekanan pada bentuk proses perencanaan
2. Penekanan pada isi kebijaksanaan perencanaan dan keluaran atau output perencanaan
Planning theory mempunyai tiga pendekatan dalam perencanaan wilayah, yaitu :
1. Fungsional
2. Nodalitas (yang menjadi pusat dan bisa memberikan modal bagi daerah lain)
3. Homogenitas

Pendekatan Masalah Perencanaan

1. Fisik Estetika
Hanya menutupi dan menyelesaikan permasalahan secara visualisasi atau fisik estetik saja.
2. Comprehensive
Melihat permasalahan secara menyeluruh dengan melihat berbagaui aspek penyebab yang terkait dan penyelesaiannya berjangka panjang.
3. Mixed Scanning
Menyelesaikan masalah memalui kajian secara sepintas terlebih dahulu (scanning) kemudian merumuskan konsep penyelesaian masalah dari hasil kajian sepintas.
4. Incremental
Menyelesaikan masalah secara terpilah dan sifatnya langsung memecahkan masalah tanpa mempertimbangkan hal-hal yang terkait secara tidak langsung.
5. Disjointed Incrementalism
Penggabungan antara pendekatan comprehensive dan incremental.
Planning theory pada hakikatnya didasari oleh :
1. Fungsional Theory, yaitu teori yang dikembangkan berdasarkan pemikiran si perencanan dengan orientasi lebih pada target oriented planning yang didasari dugaan-dugaan, sebagai produk perencanaannya lebih bersifat top down (sentralisasi).
2. Behavoural Theory, yaitu teori yang dikembangkan denagn memperhatikan fenomena behavoural melalui gejala-gejala empiris dan lebih berfikir pada trend oriented planning serta hasil perencanannya bersifat bottom up (desentralisasi).
Dikenal dua aliran teori yang berkaitan dengan fakta dan tingkah laku masyarakat :
1. Theory in Planning
Pendekatan yang kenudian berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan, dimana dalam menyatakan eksistensinya, ditempuh dengan cara meminjam berbagai pandangan atau paradigma cabang ilmu pengetahuan yang telah berkembang lebih dulu.
2. Theory of Planning
Pendekatan yang kenudian berkembang menjadi suatu teori dimana proses terbentuknya adalah muncul dari suatu pengamatan yang original yaitu dari suatu kerangka berfikir yang memang berbeda dengan kerangka berfikir yang lain.
Teori Perencanaan Rasional
1. Menganalisis sistem dan permasalahannya
2. Meletakkan alternatif penyelesaian
3. Mengevaluasi konsekwensi yang timbul dalam memilih alternatif terbaik
Untuk melaksanakan perencanaan rasional, ada beberapa kendala :
1. Keterbatasan kapasitas intelektual
2. Perlu sistem informasi totalitas
3. Proses analisis menjadi kompleks, mahal, lama dan membutuhkan kemampuan teknis dan non teknis yang canggih
4. Penyelesaian masalah yang kompleks, bersamaan dengan dinamika masyarakat yang relatif cepat
5. Kurang memberikan arahan langsung
6. Membutuhkan sistem koordinasi kelembagaan yang mapan dan sinkronisasi yang tinggi
7. Nilai praktis yang rendah

Model Perencanaan Rasional

1. Menganalisis sistem dan masalahnya
2. Meletakkan alternatif penyelesaian
3. Mengevaluasi konsekwensi yang timbul
4. Memilih alternatif yang terbaik
Karakteristik perencananaan rasional :
1. Pencapaian tujuan
2. Mengkaji tujuan
3. Orientasi ke masa depan
4. Tindakan komprehensif

Perencanaan Sebagai Suatu Sistem

Sistem : Merupakan bagian subsistem dari suatu sistem yang lebih besar
Subsistem : Merupakan bagian dari subsistem dan juga merupakan suatu sistem yang terdiri atas sub-sub sitem
Perencanaan dihadapkan pada tiga hal :
1. Kenyataan
2. Teori
3. Praktek
Planning theory mengandung :
1. Menjelaskan sistem yang berjalan
2. Menyediakan tools untuk mengubah dan mengendalikan sistem
Teori perubahan sistem :
1. Teori rasionalisme ® sistemnya lebih luas
2. Teori utplanisme ® melihat segala sesuatu dengan kesempurnaan
3. Teori incrementalism ® melihat suatu kondisi yang sangat penting untuk ditangani pada waktu itu
4. Teori metodalisme ® didekati melalui metoda-metoda lain

Teori Perencanaan Rasional

Teori perencanaan rasional disebut juga teori rasional comprehensive planning dan termasuk teori perubahan sistem.
Sistem itu diartikan sebagai perangkat komponen yang saling tergantung dengan ruang lingkup (closure), keterkaitan (connectivity), dan stabilitas (stability) yang relatif tinggi. Dalam teori perencanaan rasional pengetahuan akan fakta, nilai tanggung jawab, perspektif waktu dan pengetahuan tentang ketidakpastian (uncertainly) menjadi sangat penting.
Kendala pelaksanaan Perencanaan rasional Comprehensive Planning (Djoko Sujarto, 1990) :
1. Produk perencanaan rasional comprehensive planning dirasakan kurang memberikan informasi dan arahan yang relevan bagi pembuat keputusan mengenai prioritas penanganan masalah.
2. Usaha menyelesaikan masalah yang mencakup berbagai unsur secara menyeluruh, dinilai sebagai hal yang sukar direaliasasikan mengingat adanya keterbatasan berbagi faktor, sementara perkembangan berbagai sitem di masyarakat berlangsung sangat cepat.
3. Karena anggapan serta analisis perencanaan rasional ini menekan pada asas totalitas, maka ini perlu ditunjang oleh berbagai sistem informasi sebagai masukan data yang bersifat lengkap, rinci dan handal. Rencana yang lama dan keandalan mutu data yang sering kali tidak sesuai dengan harapan.
4. Salah satu syarat tercapainya pelaksanaan perencanaan rasional adalah adanya sistem koordinasi kelembagaan yang mapan, yang pada kenyataannya justru hal ini menjadi maslah besar.
5. Nilai praktisnya rendah.

Model Disjointed Incrementalism

Model ini pada awalnya diajukan oleh Charles E. Lindblom (1964). Pendekatan dari model ini apabila dilihat dari lingkup perencanaannya mirip dengan perencanaan proyek, dan pada kenyataannya pendekatan ini mengutamakan unsur atau sub sistem tertentu yang perlu diprioritaskan tanpa perlu melihatnya dalam wawasan yang luas (Djoko Sujarto, 1990).
Pendekatan ini memungkinkan bagi pembuat keputusan untuk menerapkan strategi pengambilan keputusan dengan kapasitas kognitif yang terbatas dan rasional.
Sasaran dan tujuan yang digariskan dalam perencanaan bersifat langsung pada kebutuhan pengembangan suatu unsur atau sub sistem tertentu saja.
Bagi para pembuat keputusan model ini dirasakan memberikan kemudahan dalam penangguhan masalah (Etzioni dalam Faludi, 1982).

Karakteristik Model

Mekanisme yang menjadi ciri utama model ini adalah suatu pemilihan kebijaksanaan diantara sejumlah kecil alternatif kebijaksanaan, yang masing-masing hanya memiliki perbedaan yang sedikit dengan kebijaksanaan yang telah ada atau tengah berlaku (Bambang B. S, 1992).
Model ini tidak mensyaratkan sistem informasi yang lengkap dan menyeluruh. Data terinci hanya dibutuhkan untuk aspek sub sistem tertentu yang menjadi prioritas penanganannya (Djoko Sujarto, 1990).
Selain itu, model ini dapat menghemat dana dan waktu dalam penelaahan dan analisis maupun proses teknis perencanaannya.
Ciri dari model Disjointed Incrementalism :
1. Tidak terlalu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternatif rencana secara menyeluruh.
2. Hanya mempertimbnagkan bagian-bagian tertentu dari kebijaksanaan umum yang berkaitan langsung dengan unsur atau subsistem yang diprioritaskan.
3. Berdasarkan lingkup perencanaan, maka perencanaan model ini lebih mudah.
Model perencanaan disjointed incrementalism dapat menjadi alternatif dari perencanaan komprehensif, khususnya untuk mengatasi problem perencanaan yang sangat mendesak karena adanya keterbatasan finansial.
Asumsi Model :
Model perencanaan ini dikembangkan karena dengan landasan bahwa manusia baik secara individu maupun kelompok dalam masyarakat mempunyai keinginan, pandangan, kendala dan sifat yang berbeda-beda.
Bertolak dari asumsi tersebut, maka dalam model ini dikenal asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Menolak kemungkinan terjadinya konsensus dalam isu perencanaan yang luas (komprehensif).
2. Konsensus hanya dapat dicapai pada hal-hal yang mendekati perubahan secara bertahap.
3. Diperlukannya mekanisme perencananaan yang bersifat desentralisasi (Bambang B. S, 1992).
Berdasarkan asumsi di atas, maka model perencanaan terpilah lebih tepat diterapkan untuk rencana-rencana yang bersifat khusus, misalnya rencana taman rekreasi, rencana kampus, rancang bangunan dan daerah sekitarnya yang terbatas, dll.
Kelemahan Model :
Model disjointed incrementalism pada dasarnya merupakan problem solving and planning yang mengantisipasi permasalahan dalam jangka pendek.
Perencanaan Pembangunan Masyarakat di Indonesia
Pada hakekatnya belum ada definisi yang sudah baku mengenai kepentingan umum, secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau sosial luas (PP No. 39/1973).
Kepentingan umum, misalnya : pertahanan, PU, perlengkapan umum, jalan umum, keagamaan, seni dan budaya, kesehatan, olahraga, ketertiban umum, makam, pariwisata dan usaha lainnya untuk memenuhi kepentingan umum.
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan kriteria kepentingan umum adalah pendekatan kepentingan bersama bukan untuk kepentingan perorangan.
Lima kriteria kepentingan masyarakat :
1. Kepentingan masyarakat sebagai suatu kesatuan kriteria
2. Keterbatasan kriteria agregatf
3. Kepentingan masyarakat sebagai suatu kriteria yang berarti
4. Kepentingan masyarakat sebagai suatu kriteria yang dapat dipergunakan
5. Kepentingan masyarakat sebagai suatu kriteria yangsesuai
Peranan Perencanaan dalam Hubungannya dengan Alternatif Model dan Hubungan Sosial
Latar Belakang :
1. Kebijaksanaan pemerintah sering tidak mencapai sasaran dalam implementasinya
2. Tujuan yang dimaksud relatif baik
3. Ditemuinya konflik dengan masyarakat, kelompok atau perorangan yang merupakan sasaran kebijaksanaan tertentu
4. Sumber pertentangan tersebut adalah hak-hak perorangan atau kelompok dalam memenuhi keinginannya
5. Kebijaksanaan memberikan manfaat bagi masyarakat, namun kelompok masyarakat tertentu bisa merasakan bahwa suatu kebijaksanaan pemerintah sama sekali tidak bermanfaat
6. Masyarakat lainnya merasakan bahwa kebijaksanaan yang sama menjadikan posisi mereka lebih baik dari sebelumnya
Penyebab :
Adanya pertentangan antara kepentingan masyarakat dan hak-hak perorangan, kelompok dan masyarakat.
Maka :
1. Diperlukan suatu kriteria kepentingan masyarakat
2. Pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dapat dilaksanakan
3. Hak-hak perorangan tidak disepelekan
4. Kriteria kepentingan masyarakat harus dapat didefinisikan secara jelas
5. Mempunyai ukuran yang dapat diterima
6. Dapat diuji secara empiris
7. Tidak bertentangan dengan hak-hak perorangan
8. Pencapaian tujuan pembangunan tidak diserahkan dengan mutlak kepada pemerintah
9. Diperlukan peranan perencana, masyarakat dan pemerintah dengan kapasitas dan karakteristik yang berbeda
10. Perlu memahami kapasitas masing-masing serta hubungan sosial dengan lingkungannya
Jaringan Sosial Perencana
1. Perencanaan kota adalah suatu proses sosial
2. Perencana yang persuasif harus terlibat dalm hubungan sosial masyarakat
Talcott Parsons (1968) mengatakan bahwa secara analistis, proses sosial perencanaan dapat dibedakan menjadi empat sifat fungsional yang essential untuk pemeliharaan dan kelangsungan hidup suatu sistem soisal :
1. Serangkaian unit yang berinteraksi satu sama lain
2. Serangkaian peraturan atau faktor-faktor kode lainnya merupakan syarat yang menentukan struktur orientasi unit-unit
3. Suatu sistem yang teratur dan berpola dalam proses interaksi itu sendiri
4. Lingkungan dimana sistem beroperasi dan bagaimana pergantian yang sistematis itu berlangsung
Kapasitas Perencana :
1. Kapasitas penyelenggaraan
2. Kapasitas pendukung
3. Kapasitas integratif
4. Kapasitas manajemen
Advocacy Pluralism and Transactive Planning
Tahun 1960-an teori ini dilandasi oleh sejarah kehidupan bangsa Amerika dengan berbagai konflik seperti diskriminasi rasial, ketidakadilan sosial dan kemiskinan. Sehingga orang-orang planner harus mempertimbangkan segi sosial dan peran serta masyarakat. Daviddof berangkat bahwa perlu kondisi urban democracy yang mapan yang memungkinkan setiap warga negara berberan aktif dalam proses transformasi “public policy”.
Friedmann memandang komunikasi tidak efektif karena pada umumnya planner menganggap dirinya superior dari kliennya. Kemudian mengusulkan transactive sebagai the life of dialogue (planner bukan superior).
Karakteristik the life of dialogue :
1. Originalitas interactive, dialog didasarkan pada suatu hubungan antara dua belah pihak didasarkan atas keaslian dari tiap pendapat orang yang terlibat.
2. Objektif dalam tindakan, didasarkan pada pemikiran, perimbangan moral, perasaan senuanya bersatu sebagai satu kesatuan.
3. Komplementer, konflik bukan kendala.
4. Ekspresi substansi perencanaan komunikasi yang ditunjang dengan gesture dan ekspresi yang lain adalah sama pentingnya dengan substansi komunikasi.
5. Interes dan komitmen, harus dalam kesepahaman yang seimbang.
6. Interaktif, hubungan yang timbal balik.
7. Time frame equal, didasarkan pada satuan waktu yang setara dan adanya anggapan hubungan sekarang dan serta kondisi pada saat ini, jangka pendek, menengah, panjang, walau hal yang dibicarakan berhubungan dengan masa lalu.